Belajar dari Sang Pejuang

Jumat, 31 Juli 2009

Tadi pagi (31/7/2009) saya dan teman dari BPSNT Bandung merekam kesaksian sejarah Bapak R.H. Eddie Soekardi di rumahnya, Jalan Golf Barat, Antapani. Beliau adalah tokoh penting dalam peristiwa Bojongkokosan atau yang terkenal dengan sebutan Pertempuran Konvoy 1945-1946 Cianjur-Sukabumi. Ketika itu beliau menjadi Komandan Brigade II TNI Siliwangi di Sukabumi. Hampir dua jam lamanya, pejuang yang sudah berumur 92 tahun mampu berbicara dengan jernih. Penjelasannya menjangkau ke belakang mengenai konstelasi Perang Dunia sejak Perjanjian Yalta hingga Postdam. Tokoh yang lahir di Sukabumi tanggal 18 Februari 1916, menjelaskan bahwa pertempuran Konvoy merupakan implementasi dari “cinta tanah air adalah sebagian dari iman”. Pelbagai unsur kejuangan mulai dari yang islamis, nasionalis, hingga sosialis bahu-membahu mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih. Peristiwa itu membuktikan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat tempur yang bahkan melebihi kehebatan tentara Sekutu yang terlatih. Dengan taktik memukul ular berbisa di bagian kepalanya, pejuang RI menyerang iring-iringan 112 truk tentara Sekutu yang baru pulang dari pertempuran di Eropa.

Pak Eddie menyebut pentingnya generasi muda belajar sejarah. Seraya menyitir pepatah berbahasa Inggris, “Orang yang tidak tahu sejarah, tidak akan mengerti hari ini, dan tidak memiliki konsep untuk masa depan”. Pendidikan sejarah harus dikenalkan sejak dini kepada anak-anak. Tujuannya, menanamkan karakter bangsa yang sekarang ini tidak lagi memiliki identitas. Kemerosotan martabat bangsa, dalam pandangan Pak Eddie, adalah karena bangsa ini tidak memiliki karakter, prinsip-prinsip, dan spirit untuk melanjutkan cita-cita kemerdekaan. Dahulu kita memerdekakan diri dari penjajah, sekarang kita memerdekakan diri dari ketergantungan banga asing. Hidup bermartabat dengan kekuatan sendiri. Hidup mulia dengan kemandirian.

Pak Eddie berpesan agar generasi muda meneladani perjuangan generasi ’45. Ia menyebut bahwa peristiwa Bojongkokosan sebenarnya penegasan terhadap hak-hak kemanusiaan universal. Bahwa siapapun yang merampas kemerdekaan suatu bangsa harus dilawan. Pak Eddie sejatinya berharap bahwa pertempuran Konvoy dijadikan sebagai “Hari Perlawanan Nasional”. Namun, kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Ketua Umum Komite Perjuangan Sesepuh Siliwangi ini tidak pernah kehilangan semangat untuk memotivasi generasi harapan bangsa.

Memang, banyak yang dipelajari dari generasi pejuang ’45, antara lain keteguhan hati, semangat pantang menyerah, keberanian, keikhlasan, dan seterusnya. Kita generasi muda sekarang banyak berhutang kepada generasi pejuang. Generasi yang tidak membutuhkan pamrih, penghormatan, dan fasilitas Negara. Karena berjuang memang butuh kesabaran dan pengorbanan. Saya ingat pesan KH Agus Salim, “Leiden is Lijden” (memimpin adalah menderita), jauh dari hingar-bingar popularitas dan publikasi. Kita memiliki cermin terang untuk melihat sosok kita sekarang.****

0 komentar:

Posting Komentar